Klasifikasi obesitas berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang (LP) merupakan langkah pertama untuk menilai faktor risiko terjadinya beberapa penyakit. Data yang diperoleh dari populasi Kaukasia menunjukkan bahwa IMT mempunyai hubungan berbanding lurus dengan risiko terjadinya beberapa penyakit (Bray, 2004). Akhir-akhir ini diketahui bahwa etnik Asia mempunyai lemak abdominal yang lebih banyak dibandingkan dengan bangsa Kaukasia pada IMT yang sama. Ternyata pada etnik Asia, yang mempunyai IMT yang sama dengan bangsa Kaukasia tersebut, sudah terlihat peningkatan risiko penyakit akibat obesitas. Berdasarkan perbedaan ini serta observasi bahwa risiko terjadinya penyakit diabetes dan hipertensi menjadi dua kali lipat pada orang Asia dengan IMT 25 kg/m2, Asia-Pacific Task Force mengusulkan tabel alternatif klasifikasi obesitas yaitu IMT >25 kg/m2 (tabel II.1) dan terdapat peningkatan risiko terjadinya penyakit kronis bila LP > 90 cm untuk laki-laki dan > 80 cm untuk perempuan Asia dewasa (Bray, 2004).
Tabel II.1. Klasifikasi obesitas berdasarkan IMT, lingkar pinggang dan tingkat risiko penyakit pada orang Asia dewasa. Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko Penyakit
Lingkar Pinggang
90 cm (laki-laki)
80 cm (perempuan) Berat badan kurang 23
-Berisiko 23–24,9 meningkat sedang -Obes I 25–29,9 sedang tinggi -Obes II > 30 tinggi sangat tinggi Sumber: Bray, 2004
Hal di atas memberikan inspirasi kepada Dr Tjandraningrum untuk melakukan penelitian mengenai diet yang tepat untuk mengatasi masalah ini. Pada tahun 2008, untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Master Gizi pada Program Pendidikan S2 Ilmu Gizi Kekhususan Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dilakukan penelitian uji klinis dengan judul ‘Pengaruh diet rendah kalori seimbang indeks glisemik rendah terhadap berat badan, lingkar pinggang dan komposisi tubuh’. Penelitian tersebut juga mendapatkan penghargaan sebagai Poster Penelitian Terbaik Pada Seminar Nasional 1th Nutrition and Wellness tahun 2009.
Berikut adalah abstrak dari penelitian Dr Tjandraningrum.
